Majlis Ta'lim & Dzikir

"Hidup Mulia dengan Ilmu dan Amal, Mati Syahid dengan Keridhaan Tuhan"

Sabtu, 01 Juni 2013

Oleh: Dr. Rosidin, M.Pd.I
Detik-detik jelang Hijrah, kondisi umat Islam sangat memprihatinkan. Segala bentuk perlakuan kejam dan keji kaum kafir terhadap umat Islam mencapai titik puncaknya. Meskipun demikian, Rasulullah SAW dan para Shahabat RA memutuskan tetap bertahan di Makkah. Mengapa demikian? Ternyata Rasulullah SAW menunggu izin dari Allah SWT! Sungguh suatu sikap yang patut diteladani oleh umat Islam saat ini. Ketika situasi kehidupan sedemikian buruk, Rasulullah SAW lebih mengutamakan pendekatan keimanan dibandingkan pendekatan lainnya. Jika ditarik pelajaran untuk umat Islam masa kini, maka buruknya situasi kehidupan yang dialami umat Islam –
dari sisi sosial, ekonomi, politik, dan lain-lain – seharusnya disikapi oleh umat Islam dengan mengedepankan pendekatan keimanan. Dalam bahasa al-Qur’an, ada ayat yang populer: Surat at-Talaq ayat 2 yang artinya
Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar.
?  ?  ?
          Kesuksesan Hijrah sarat dengan pengaturan [manajemen] tingkat tinggi. Sebelum Rasulullah SAW berhijrah, beliau sudah memerintahkan para Shahabat agar berhijrah terlebih dahulu sedikit demi sedikit. Pada puncaknya, Rasulullah SAW berhijrah bersama Abu Bakar al-Shiddiq yang menyediakan dua unta yang sebelumnya dititipkan kepada Abdullah bin Uraiqiz. ‘Ali bin Abi Thalib diplot sebagai ‘aktor kecil’ yang bertugas untuk mengelabui kaum kafir yang hendak membunuh Nabi SAW; ‘Amir bin Fuhaira diberi kepercayaan sebagai pemandu perjalanan ke Madinah melalui jalur alternatif, mengingat jalur utama ke Madinah sudah dikuasai oleh kaum kafir; Asma’ binti Abi Bakar tidak kenal lelah dalam menyiapkan segala perbekalan dan konsumsi Nabi SAW dan Abu Bakar al-Shiddiq RA. Dengan demikian, pengaturan dimulai dari perencanaan yang matang sehingga mencapai keberhasilan Hijrah yang gemilang. Apabila ditarik ke zaman sekarang, kerap kali didapati umat Islam yang menjalani kehidupannya sesuai dengan prinsip ‘air yang mengalir’, tanpa ada pengaturan [manajemen] terhadap kegiatan sehari-hari. Di antara efeknya adalah muncul generasi ‘last minute man’, yaitu generasi umat Islam yang senang melakukan sesuatu secara spontan, mendadak dan di detik-detik akhir. Contoh sederhana yang tampak pada kehidupan pelajar adalah hanya mau belajar ketika menjelang ujian; banyak mahasiswa yang bangga ketika mengerjakan tugas perkuliahan dalam kurun waktu yang sangat singkat; dan lain-lain.
          Menurut penulis, seruan mengatur kegiatan sehari-hari tercermin pada Surat al-Naba’: 9-11, yang artinya:
Dan Kami jadikan tidurmu untuk istirahat, dan Kami jadikan malam sebagai pakaian, dan Kami jadikan siang untuk mencari penghidupan,
          Ayat di atas secara tersirat mengajarkan agar umat Islam mengatur aktivitasnya siang dan malam, bahkan waktu tidur. Melalui pengaturan yang demikian ini, ada harapan besar kehidupan umat Islam akan menjadi lebih efektif dan efisien. Dengan kata lain, umat Islam menjalani kehidupannya dengan bekerja keras dan cerdas.
?  ?  ?
          Kembali pada ‘aktor-aktor’ Hijrah di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa mereka terdiri dari berbagai lapisan masyarakat, mulai dari anak-anak [Ali bin Abi Thalib], wanita [Asma’ binti Abi Bakar], pemuda [Abdullah bin Uraiqiz] dan orang dewasa/tua [Nabi SAW dan Abu Bakar RA]; bahkan ada juga yang non-muslim, yaitu ‘Amir bin Fuhaira. Hal ini menunjukkan bahwa siapapun dapat memberikan kontribusi positif bagi Islam, sebagaimana yang dilansir dalam surat an-Nahl ayat 97 yang artinya:
Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.
Orang non-muslim pun patut diberi tempat dalam kancah pergaulan umat Islam, karena umat Islam menjunjung tinggi ukhuwwah basyariyyah [persaudaraan sesama manusia] yang ditegaskan dalam syrat al-Hujurat ayat 13 yang artinya:
Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.
          Ironisnya, pola kerjasama yang mengagumkan pada peristiwa Hijrah di atas saat ini terlihat redup. Kaum dewasa tidak mempercayai kaum muda, apalagi anak-anak, demikian juga sebaliknya; masih ada kaum laki-laki yang enggan memberi kesempatan kepada kaum wanita agar berkiprah dalam pengembangan Islam; lebih jauh lagi, umat Islam sudah antipati untuk bekerjasama dengan non-muslim. Oleh karena itu, sudah saatnya ‘kepercayaan [trust]’ kembali diberikan kepada anak-anak, pemuda, orang dewasa/tua, laki-laki, wanita, untuk kepentingan pengembangan Islam yang lebih baik lagi. Wujud kongkretnya adalah memberikan kesempatan luas kepada mereka untuk berpartisipasi dalam mengembangkan Islam sesuai dengan perannya masing-masing.  
?  ?  ?
            Akhirnya, peristiwa Hijrah memberikan makna kepada generasi umat Islam masa kini untuk mengembangkan sisi spiritual [keimanan], sisi intelektual [manajemen hidup] dan sosial [ukhuwwah basyariyah yang dilandasi sikap saling percaya]. Melalui pengembangan tiga sisi tersebut, ada peluang besar masa depan Islam dan umat Islam senantiasa menampilkan kualitas yang tinggi, baik pada tataran ajaran Islam maupun pada tataran kehidupan umat Islam. Peluang ini terinspirasi dari sebuah ayat yang mengagumkan surat an-nisa' ayat 100 yang artinya berikut ini:
Barangsiapa berhijrah di jalan Allah, niscaya mereka mendapati di muka bumi ini tempat hijrah yang luas dan rezki yang banyak. Barangsiapa keluar dari rumahnya dengan maksud berhijrah kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian kematian menimpanya (sebelum sampai ke tempat yang dituju), maka sungguh telah tetap pahalanya di sisi Allah. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

0 komentar:

Posting Komentar