Al-Quran Bersama Orang Jinabat, Wanita Haid dan Nifas
Oleh: Ahmad Yulianto, S.Pd.I
Secara bahasa Al-Quran berarti al-qiro’ah
(bacaan). Sedangkan secara istilah adalah Firman Allah s.w.t. yang berbahasa arab,
ditulis dalam lembaran-lembaran mushaf, diturunkan kepada Nabi Muhammad s.a.w.,
ditransfer kepada kita dengan mutawatir, membacanya adalah ibadah, surat
pertama adalah al-Fatihah dan surat terakhir adalah an-Nas.[1]
Dari definisi di atas, dapat kita
tarik sebuah kesimpulan bahwa salah satu cara untuk mencapai pahala yang berbuah
surga dan keridloan adalah dengan membaca Al-Quran. karena sebagaimana tersebut
di atas “Al-Quran adalah sebuah kitab suci yang dengan membacanya, kita akan
mendapatkan pahala”.
Berbicara tentang kitab suci yang suci, maka secara
spontanitas kita akan teringat kepada firman Allah swt QS. Al-Waqi’ah ayat 79
yang berarti “tidak menyentuhnya (Al-Quran) kecuali
orang-orang yang disucikan”; dan sabda Rasulillah s.a.w.,
yang berarti “orang yang haid dan nifas tidak boleh membaca Al-Quran walau
hanya sedikit”. Berdasarkan ayat dan hadis di atas, para ulama Islam dari
berbagai madzhab merumuskan hukum furu’ madzhab mereka tentang hukum menyentuh
dan membaca Al-Quran bagi orang yang haid, nifas, dan junub.
Secara garis besar ulama
Islam berdasarkan ayat dan hadis di atas
mengharamkan orang yang junub, haid dan nifas menyentuh Al-Quran. Akan tetapi
ketika membahas tentang hukum membaca Al-Quran bagi orang yang junub, mereka
terpecah menjadi tigagolongan, sebagiamana diterangkan di bawah ini:
1.
Mengharamkan secara mutlak.
2.
Memperbolehkan secara mutlak.
3.
Memperbolehkan membaca satu ayat, dua ayat,
atau sekelumt dari bagian Al-Quran.
Pendapat
pertama, mengharamkan secara mutlak, diamini oleh sebagian sahabat, sebagian
ahli ilmu setelah priodesasi sahabat, seperti golongan Syafi’iyah. Sebagaimana
komentar Imam an-Nawawi “menurut
madzhab kami (syafi’iyah): haram bagi orang yang junub dan haid membaca
Al-Quran, baik sedikit, seperti sebagian ayat, atau banyak. ini adalah pendapat
mayoritas ulama, sebagaimana diceritakan oleh al-Khotobi dan ulama lain yang
bersumber dari mayoritas ulama juga
…”.[2]
Pendapat
kedua, memperbolehkan secara mutlak, diamini oleh oleh Ibnu Abbas ra, Ibnu
Jarir at-Thobari, dan Madzhab Abu Daud ad-Dzohiri.
Pendapat
ketiga, Memperbolehkan membaca satu
ayat, dua ayat, atau sekelumit dari bagian Al-Quran, diamini oleh Ahmad bin Hambal, sebagian
tabi’in, Malik bin Anas, al-Awzai.[3]
Untuk
lebih detailnya, dibawah ini akan
diterangkan hukum membaca al-Quran bagi orang junub sebagaimana ditulis oleh
Prof. Dr. Wahbah Zuhaili dalam kitabnya, Fikih Islam Wa Adillatuhu.
Haram bagi orang junub mensengaja membaca
Al-Quran walau satu huruf atau satu ayat, dengan menggerakkan lidahnya menurut
pendapat yang dipilih dari madzhab Hanafi dan Syafi’i. Artinya, jika dia
membaca Al-Quran dengan niat selain membaca Al-Quran, seperti niat berdoa,
memuji, mengawali sesuatu, mengajar, meminta perlindungan, dan dzikir maka
hukumnya tidak haram. Sebagaimana tidak haram jika lidahnya secara spontanitas
membaca Al-Quran, tanpa disertai niat membaca Al-Quran di dalam hati. Begitu
juga tidak dihukumi haram membaca basmallah, hamdallah, al-Fatihah, ayat kursi,
dan al-Ikhlas dengan niat berdzikir.
Para ulama Madzhab Hambali
memperbolehkan orang junub membaca penggalan ayat al-Quran yang pendek.
Sebagaimana ulama Madzab Hambali dan Hanafi juga memperbolehkan orang junub membaca
Al-Quran dengan cara tahjiyyah (mengeja). Sebagaimana ulama Maliki
menurut pendapat yang mu’tamad memperbolehkan orang yang haid dan nifas baik
dia dalam keadaan junub atau tidak, membaca Al-Quran ketika darah haid dan
nifas mereka masih mengalir. Artinya jika darah tersebut telah berhenti, maka
mereka tidak boleh membaca Al-Quran sampai mereka bersuci (mandi besar).
Setelah kita membahas tentang hukum membaca
Al-Quran bagi orang yang sedang junub, maka pembahasan di bawah ini adalah
tentang seputar hukum menyentuh dan membawa mushaf bagi orang yang junub dan
wanita yang sedang haid atau nifas.
Berdasarkan firman Allah swt QS. Al-Waqi’ah ayat 79 yang
berarti “tidak menyentuhnya (Al-Quran) kecuali orang-orang
yang disucikan”; dan sabda Rasulillah s.a.w., yang berarti
“orang yang haid dan nifas tidak boleh membaca Al-Quran walau hanya sedikit,”
para ulama mengharamkan orang junub, haid, dan nifas menyentuh dan membawa
Al-Quran.
Keharaman membaca Al-Quran
bagi ketika orang di atas adalah bersifat asal (asli). Artinya jika ada (1)
sesuatu yang mendesak, seperti adanya kekhawatiran hilangnya kemulian Al-Quran
karena jatuh ke air, terbakar, berada di tempat najis, atau jatuh ketangan
pihak yang melecehkan Al-Quran; (2) bercampur dengan tafsir yang secara yakin
jumlah tafsirnya lebih banyak dari Al-Quran, maka hukumnya berpindah menjadi
boleh menyentuh bahkan membawa mushaf, sebagaimana pendapat ulama Syafi’iyah.
Menurut ulama Hanafiyah, ketiga orang di atas
boleh menyentuh Al-Quran dengan menggunakan sampul yang terpisah dari Al-Quran;
membuka lembaran-lembaran Al-Quran menggunakan benda lain (pena, kayu, dan
lainya) karena niat membaca Al-Quran; menulis Al-Quran tanpa menyentuh ayat
yang sudah ditulis. Sebagaimana madzhab Hanafi juga memperbolehkan anak kecil
menyentuh dan membawa Al-Quran karena tujuan belajar.
Menurut pendapat Madzhab
Maliki, orang yang haid dan nifas tetap boleh membaca Al-Quran dengan cara
hafalan sampai darahnya berhenti dan mandi besar.[4]
[1] Wahbah zuhaili, 1990, Usul Fikih, Trabelis:
Kuliah Dakwah Islamiyah, hlm 22.
[2] An-Nawawi, al-Majmu’, Maktabah Syamilah
al-Ishdar al-Tsani, hlm 158.
[3] Majallah al-Hikmah, Maktabah syamilah
al-Ishdar al-Tsani, hlm 4.
[4] Wahbah Zuhaili, Fikih Islam Wa Adillatuhu,
Cet II, Beirut: Dar Fiker, hlm 384, 468.
0 komentar:
Posting Komentar