Majlis Ta'lim & Dzikir

"Hidup Mulia dengan Ilmu dan Amal, Mati Syahid dengan Keridhaan Tuhan"

Sabtu, 08 Desember 2012

LANDASAN PIAGAM MADINAH
Oleh: A. Qomarudin, S.Pd.I

Kota Yastrib yang kemudian diganti oleh Nabi dengan nama Madinah  adalah salah satu bentuk negara dengan masyarakat majemuk. Pada awal kedatangan Nabi, terdapat tiga golongan penduduk di kota tersebut yaitu: kaum Muslim (Muhajirin dan Anshar), kaum Musyrik (sisa dari suku Aus dan Khazraj), dan kaum Yahudi (banu Qainuqa, Quraiza, Nadzir, dan Yahudi Khaibar).  Keadaan masyarakat yang majemuk tersebut yang menjadi latar belakang paling mendasar Nabi untuk menuliskan sebuah perjanjian yang kemudian disebut dengan Piagam Madinah.
Piagam Madinah (صحیفة المدینه, shahifatul madinah) juga dikenal dengan sebutan Konstitusi Madinah, ialah sebuah dokumen yang disusun oleh Nabi Muhammad SAW, yang merupakan suatu perjanjian formal antara komunitas-komunitas yang ada di kota Madinah, sehingga mereka dapat menjadi suatu kesatuan komunitas yang solid, dalam bahasa Arab disebut ummah.
Piagam ini terjadi pada tahun 622 Masehi / 1 Hijriyah, peristiwa ini sekaligus menandakan bermulanya konsep sekaligus praktik sebuah negara yang berperlembagaan pertama di dunia selain perlembagaan tertulis pertama dalam sejarah. Sebelum itu tiada satu negara pun yang memiliki perlembagaan, karena dalam sistem monarki sabda raja adalah undang-undang.
Pada awal kedatangannya, dengan menyaksikan keadaan masyarakat di Madinah yang multi etnis tersebut, Nabi sama sekali tidak berencana untuk menyingkirkan mereka atau menjadikan muslim keseluruhan dari mereka secara paksa.  Akan tetapi, setelah kemudian Nabi menetap dan dipercaya menjadi seorang pemimpin di Madinah, yang dilakukan untuk mengatur dan menata hubungan sosial kemasyarakatan para penduduknya adalah membuat sebuah “Perjanjian” (al-Kitab) atau “Lembar Kesepakatan” (as-Shahifah). Sedangkan dalam terminologi modern lebih dikenal dengan sebutan “Undang-Undang Dasar” (ad-Dustur) atau “Piagam” (al-Watsiqah).  Ini adalah waktu yang tepat bagi Nabi untuk melakukan fase baru dalam kehidupan bermasyarakat (baik politik, ekonomi, maupun sosial) yang belum pernah dilakukan oleh Nabi atau Rasul sebelumnya.
Piagam atau konstituti tersebut merupakan undang-undang untuk mengatur sistem politik dan sosial kemasyarakatan yang kemudian disebut dengan Piagam Madinah. Piagam ini merupakan perkembangan lebih lanjut dari Perjanjian Aqabah Kedua. Jika Perjanjian Aqabah adalah sebuah kesepakatan lisan, maka Piagam Madinah adalah perwujudannya dalam bentuk tertulis.
Dalam sudut pandang militer, Piagam Madinah dimaksudkan juga sebagai strategi dalam mempertahankan kota secara bersama-sama. Perjanjian ini juga dianggap sebagai dokumen politik yang terbesar dalam sejarah, yang memberikan sumbangan terbaik dalam konsep kebebasan manusia.  Demikian Perjanjian Madinah menjadi salah satu strategi Nabi untuk menjaga agar keadaan aman dapat terkendali, baik menjaga konflik antar golongan yang ada di dalam kota maupun serangan dari golongan yang ada di luar kota Madinah.
Selain itu, disebutkan juga tujuan dari Piagam Madinah adalah untuk menjelaskan komitmen masing-masing kelompok yang ada di Madinah dengan memberikan batasan hak-hak dan kewajiban mereka sebagai salah satu bagian dari warga Negara.  Maka Piagam ini memiliki arti yang sangat penting dalam sejarah berdirinya negara Islam di Madinah, yang hal ini merupakan salah satu dari beberapa langkah reformasi yang dilakukan oleh Rasulullah.

0 komentar:

Posting Komentar