Majlis Ta'lim & Dzikir

"Hidup Mulia dengan Ilmu dan Amal, Mati Syahid dengan Keridhaan Tuhan"

Selasa, 11 Juni 2013

Oleh: Ust. Muhammad Zakaria


Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering mendengar orang lain berkata atau bahkan diri kita sendiri yang  mengatakan bahwa kita telah bersyukur atas segala nikmat yang telah diberikan Allah swt. kepada kita semua, dan seakan-akan kita telah benar-benar mensyukurinya. Apakah memang benar demikian? Mari kita renungkan sejenak tentang hakikat bersyukur itu sendiri.
            Allah berfirman dalam surat Ibrahim : 7
وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِنْ شَكَرْتُمْ لأزِيدَنَّكُمْ وَلَئِنْ كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ
“Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan: "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya adzab-Ku sangat pedih".
Ayat di atas menjelaskan betapa pentingnya bersyukur, sehingga
adzab Allah swt. sebagai balasan bagi orang-orang yang tidak mau bersyukur atau kufur atas nikmat-Nya.
            Begitu banyaknya nikmat Allah yang telah dan akan terus kita terima sehingga kita sendiri tidak mampu untuk menghitungnya. Dari banyaknya nikmat yang diberikan oleh Allah, nikmat Islam adalah nikmat yang paling besar di antara semua nikmat dunia. Kita dilahirkan di tempat yang di situ dikumandangkan adzan, didirikan sholat, dilantunkan ayat-ayat suci al-Qur’an, diceritakan sejarah Rasulullah saw., dibacakan sholawat-sholawat atasnya dan jadilah tempat itu menjadi lingkungan Islam, dan seakan-akan Islam menjadi sebuah tabiat dan watak, sehingga tidak sulit bagi kita untuk mempelajari dan memahami Islam itu sendiri.
Oleh karena itu, mari kita syukuri nikmat yang luar biasa ini dengan berpegang teguh dan mendalami Islam ini dengan terus mempelajarinya. Rasulullah saw. bersabda:
طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيْضَةٌ عَلىَ كُلِّ مُسْلِمٍ وَ مُسْلِمَةٍ , مِنَ الْمَهْدِاِلىَ اللَّهْدِ
“Mencari ilmu sangat wajib bagi orang-orang Islam laki-laki dan perempuan, mulai dari dalam kandungan sampai masuk kuburan.”
Hadis ini menekankan begitu pentingnya mencari ilmu hingga tidak ada batas bagi kaum muslimin untuk mencari ilmu ketika hidup di dunia. Tentunya ilmu yang dipelajari adalah ilmu yang dapat meningkatkan ketaqwaan kita kepada Allah swt.
Kita hidup di lingkungan yang aman dan damai, tidak ada peperangan seperti halnya di Palestine yang kehidupan masyarakatnya hanya dibayangi rasa takut dan khawatir, atau tidak hidup di zaman penjajahan yang penuh dengan ketakutan dan putus asa. Bukankah ini nikmat yang luar biasa yang perlu kita syukuri. Maka marilah kita syukuri nikmat damai ini dengan memperjuangkan agama kita melalui dakwah majlis ta’lim, dzikir, sholawat dan amalan-amalan yang lainnya dengan penuh semangat tanpa rasa ragu.
Di samping itu, bagaimana dengan nikmat kesehatan jasmani kita, nikmat kesempatan, dan segala nikmat yang bersifat materi. Sungguh kita harus benar-benar mensyukurinya dengan cara yang tepat. Nikmat rizki atau harta yang kita miliki, marilah kita syukuri dengan mengamalkannya pada jalan Allah swt., seperti  bersedekah pada faqir miskin dan atau beramal jariyah dalam pembangunan pesantren-pesantren. Semakin besar nikmat yang kita punya, maka semakin besar pula yang seharusnya kita keluarkan sebagai bentuk rasa syukur atas-Nya.
Dari sini dapat kita ambil kesimpulan bahwa bentuk rasa syukur tidak hanya dengan mengucap “alhamdulillah”, akan tetapi kita harus bersyukur dengan hati, lisan maupun perbuatan. Maka dalam hal ini kita sudah dapat melakukan semuanya dengan penuh keikhlasan, dan itulah bentuk “bersyukur” yang sebenarnya. Jika hal tersebut belum bisa dilakukan, apakah kita akan termasuk kufur akan nikmat Allah swt.? Na’udzubillah min dzalik. Maka dari itu, mari kita renungkan, apakah kita sudah besyukur atau masih kufur?

0 komentar:

Posting Komentar