Oleh: Ust. Muhammad Zakaria
Dalam kehidupan sehari-hari,
kita sering mendengar orang lain berkata atau bahkan diri kita sendiri
yang mengatakan bahwa kita telah bersyukur
atas segala nikmat yang telah diberikan Allah swt. kepada kita semua, dan seakan-akan
kita telah benar-benar mensyukurinya. Apakah memang benar demikian? Mari
kita renungkan sejenak tentang hakikat bersyukur itu sendiri.
Allah berfirman dalam surat Ibrahim : 7
وَإِذْ
تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِنْ شَكَرْتُمْ لأزِيدَنَّكُمْ وَلَئِنْ كَفَرْتُمْ إِنَّ
عَذَابِي لَشَدِيدٌ
“Dan
(ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan:
"Sesungguhnya jika kamu bersyukur,
pasti Kami akan menambah
(nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari
(nikmat-Ku), maka sesungguhnya adzab-Ku sangat pedih".
Ayat di atas menjelaskan betapa pentingnya bersyukur,
sehingga
adzab Allah swt. sebagai balasan bagi
orang-orang yang tidak mau bersyukur atau kufur atas nikmat-Nya.
Begitu banyaknya nikmat Allah
yang telah dan akan terus kita terima sehingga kita sendiri tidak mampu untuk menghitungnya. Dari banyaknya nikmat yang diberikan oleh Allah, nikmat Islam adalah nikmat yang
paling besar di antara semua nikmat dunia. Kita
dilahirkan di tempat yang di situ dikumandangkan adzan,
didirikan sholat, dilantunkan ayat-ayat suci al-Qur’an,
diceritakan sejarah Rasulullah saw., dibacakan sholawat-sholawat atasnya dan jadilah tempat itu menjadi lingkungan
Islam, dan seakan-akan
Islam menjadi sebuah tabiat dan watak, sehingga tidak sulit bagi kita untuk mempelajari dan memahami Islam
itu sendiri.
Oleh karena itu, mari kita syukuri nikmat yang
luar biasa ini dengan berpegang teguh dan mendalami Islam
ini dengan terus mempelajarinya.
Rasulullah saw. bersabda:
طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيْضَةٌ عَلىَ كُلِّ مُسْلِمٍ
وَ مُسْلِمَةٍ , مِنَ الْمَهْدِاِلىَ اللَّهْدِ
“Mencari ilmu sangat wajib bagi
orang-orang Islam laki-laki dan perempuan, mulai dari dalam kandungan sampai masuk kuburan.”
Hadis ini menekankan begitu pentingnya mencari ilmu hingga tidak ada batas bagi kaum muslimin untuk mencari ilmu ketika hidup di dunia.
Tentunya ilmu yang
dipelajari adalah ilmu yang dapat meningkatkan ketaqwaan kita kepada Allah swt.
Kita hidup di lingkungan yang aman dan damai, tidak ada peperangan seperti halnya di
Palestine yang kehidupan masyarakatnya hanya dibayangi rasa
takut dan khawatir, atau tidak hidup di zaman penjajahan yang
penuh dengan ketakutan dan putus asa. Bukankah ini nikmat yang
luar biasa yang
perlu kita syukuri. Maka marilah kita syukuri nikmat damai ini dengan memperjuangkan
agama kita melalui dakwah majlis ta’lim, dzikir,
sholawat dan amalan-amalan
yang lainnya dengan penuh semangat tanpa rasa
ragu.
Di samping itu, bagaimana dengan nikmat kesehatan jasmani kita, nikmat kesempatan, dan segala nikmat yang
bersifat materi. Sungguh kita harus benar-benar mensyukurinya dengan cara yang
tepat. Nikmat rizki atau harta yang kita miliki, marilah kita syukuri
dengan mengamalkannya pada jalan Allah swt., seperti bersedekah pada faqir miskin dan atau beramal
jariyah dalam pembangunan pesantren-pesantren. Semakin besar nikmat yang
kita punya, maka semakin besar pula yang
seharusnya kita keluarkan sebagai bentuk rasa
syukur atas-Nya.
Dari sini dapat kita ambil kesimpulan bahwa bentuk rasa
syukur tidak hanya dengan mengucap “alhamdulillah”,
akan tetapi kita harus bersyukur dengan hati, lisan maupun perbuatan. Maka dalam hal ini kita sudah dapat melakukan semuanya dengan penuh keikhlasan, dan itulah bentuk
“bersyukur” yang sebenarnya. Jika hal
tersebut belum bisa dilakukan, apakah kita akan termasuk kufur akan nikmat Allah swt.? Na’udzubillah min dzalik. Maka dari itu, mari kita renungkan,
apakah kita sudah besyukur atau masih kufur?
0 komentar:
Posting Komentar